Anak yang Hidup Dimana Saja

Saya adalah mamah muda yang sering banget diomelin orang soal pengasuhan anak. Ya eyangnya, pengasuhnya, bahkan ibu-ibu gak tau siapa ketemu di tempat umum, pasti adaaa aja yang ditegur dari cara saya memperlakukan anak. Dari mulai Jiwo yang saya biarin selalu minum air dingin, saya yang malah ketawa-tawa saat Jiwo kepedesan makan sambel, saya yang gak pernah bawa Jiwo ke dokter padahal panasnya sudah tinggi, sampai saya yang membiarkan Jiwo main apapun dimanapun asal dia bahagia.

Soal yang terakhir, ini yang paling sering kena semprot karena paling sering saya lakukan. Jiwo bebas mau main apapun dimanapun, syaratnya cuma satu, gak bahaya secara langsung. Kalau bahaya-bahaya jangka panjang, saya gak pikirin. Saya percaya banget Tuhan itu gak cemen, setiap manusia punya kemampuan tubuh di atas kata wow.

Jiwo kalau main di taman kota, misalnya, saya biarin aja dia mau ngapain juga. Megang besi karatan, duduk glosor di tanah, guling-guling di prosotan penuh debu, sampai nyemplungin kakinya ke kolam kota yang bau amis. Bahkan di rumah, dia biasa untuk ngorek-ngorek tanah yang baru aja dipupuk dengan kotoran kambing. Hahahahahaha anak gue doang dah, eek kambing kok dibuat mainan xD

Jiwo juga sekarang rutin mandi di sungai atau air terjun, dan itu adanya di kaki gunung. Airnya sudah pasti dingin buanget. Baby Nguwil saya ini telanjang dada, nyemplung-naik-nyemplung-naik, dan berlangsung sampai berjam-jam. Lengkap dengan pulang naik motor tanpa bilas air hangat dulu. Badannya dihangatkan matahari langsung, pun celananya, biasanya kering sama matahari. Kalau lagi berenang gini, suka ada yang nyeletuk "awas airnya ketelen, kan kotor". Biasanya saya jawab "gak bawa minum, biarin aja daripada aus" :))) 

Pernah nonton film Babies? Saya terinpirasi banget sama kehidupan orang Afrika dalam film itu, mereka joroknya minta ampun. Bahkan anak-anak yang masih sangat kecil, dibiarkan aja makan bersama anjing, atau menyesap tulang yang nemu di tanah. Ya saya gak akan seekstrim itu, gini gini saya masih tau batas wajar memperlakukan hidup.

Tapi saya jadi belajar, kalau manusia itu punya kemampuan adaptasi. Arkadievich di belakang nama Jiwo, disematkan dengan harapan supaya dia menjadi anak semesta. Hidupnya harmoni dengan alam beserta isinya. Saya gak mau dia jadi anak yang kena kotor dikit langsung gatel-gatel, makan sembarangan dikit langsung diare, kedinginan dikit jadi demam. Saya gak mau dia jadi manusia yang gampang jijik, jorok dikit gak mau, kotor dikit ogah. Dia anak saya, bukan putra raja. 

Kasian anaknya? Enggak, sama sekali. Toh sampai sekarang Jiwo jarang buanget sakit. Dalam setahun dia paling sakit tiga atau empat kali, itu juga cuma batuk karena kebanyakan cokelat dan ciki, atau diare karena kebanyakan makan pedes. Penyakit dia paling parah itu impetigo (cacar api), karena ketularan temannya. Dan diare sampai masuk rumah sakit, karena salah susu formula.

Di sungai tempat Jiwo biasa main, banyak anak-anak desa yang berenang juga tanpa pengawasan orang tua. Mereka sering banget ada di sana, modalnya cuma baju yang mereka pakai. Jadi habis berenang dingin banget, pulang ke rumah ya pakai baju basah. Tapi setiap saya ke sana, ya mereka ada dan sehat-sehat aja. Mereka bermain sejadi-jadinya tanpa dijeda oleh "Jangan berenang di sungai, dingin! Nanti kamu masuk angin..".

Saya mau Jiwo bisa hidup dimana aja bersama siapa aja, kalau usianya udah tepat, udah bisa dilepas tanpa perlu saya khawatir dia bakal sakit karena kedinginan atau makan sembarangan. Dia boleh pergi sejauh-jauhnya tanpa perlu saya pusing dia tidur dengan alas apa, minum air bersih atau terpaksa menenggak apapun yang ada, makan di restoran mewah atau ngemper di sebelah selokan, bersandar pada sofa empuk atau besi lapuk.

Hiduplah sejadi-jadinya, nak.. Kamu laki-laki..