Arkadia. Diberdayakan oleh Blogger.

Featured Slider

Laptopnya Pelajar? ASUS Vivobook Go 14 (E1404F) Dong!

Dari sekian tugas sekolah pelajar zaman now, ada berapa tugas yang sama sekali tidak membutuhkan laptop? Nyaris gak ada. Tapi saya bisa mengerti, sebab generasi sekarang yang telah akrab dengan hal-hal berbau yang update terus setiap detik. 

Inilah yang membuat saya kian yakin saat ASUS meluncurkan Vivobook Go 14 (E1404F). Dari segi spesifikasi dan harga laptop satu ini juara banget. Dibanderol dengan harga mulai dari Rp6.299.000, laptop untuk pelajar yang satu ini hadir dengan desain bodi yang tidak hanya trendy, ringkas, dan ringan, tetapi juga tangguh dan telah mengantongi sertifikasi lolos uji ketahanan berstandar militer AS (US Military Grade MIL-STD-810H).

Surat untuk Anak Samudera (Lahir)

Dear Anak Samudera,

tiba-tiba Purwokerto hujan deras sore itu, setelah musim panas yang sangat panjang, air turun dengan penuh kasih.

di saat yang sama, aku mendengar tangismu untuk pertama kali. tangis yang beringingan dengan derasnya hujan.

bayi lautku, kamu betul-betul datang ke dunia bersama air. Maha Besar Allah dengan segala kuasaNya.

satu sore di ujung oktober dua ribu dua puluh tiga,

terimakasih sudah lahir.

terimakasih datang dengan cara yang begitu indah.

kami mencintaimu.


Review Ibu: Pond's Triple Glow Serum



Walaupun udah punya anak, bukan berarti sah-sah aja yaa ngebiarin muka gak dirawat. Harus tetap kenyal, glowing dan terjaga kelembabannya dong. Kemarin saya penasaran banget sama Pond's Triple Glow Serum gara-gara ada teman yang pakai, akhirnya beli di minimarket dekat rumah, udah sempat coba 2 minggu, dan ini dia reviewnya!

Menghadapi Patah Hati


Saya duduk di lantai kering toilet kantor. Mengunci pintu lalu menangis sesungukan dan menghabiskan satu gulung tisu sendirian. Saya memukul-mukul tembok toilet, menjedot-jedotkan kepala, dan berkali-kali muntah tanpa keluar apa-apa. Saya meninju tutup kloset duduk yang sedang tertutup, dengan seluruh tenaga yang saya punya.

Sudah tiga hari saya cuma makan satu kali sehari, setiap makanan masuk rasanya mual dan pengin keluar lagi. Dada saya seperti ditonjok-tonjok dari dalam. Tenggorokan saya perih dan napas saya sesak. Mata saya sembab sampai bengkak. 

Nikah Sama Siapa?


Ada temen saya tiba-tiba dateng ke Purwokerto, dia temen deket waktu kami di kosan dulu. Dia tinggal di Jakarta. Tau-tau nongol cengengesan depan rumah, alasannya; mau ambil keputusan. Enggak usah heran, banyak orang yang begitu. Mereka yang memilih Purwokerto sebagai tempat pulang. Jadi apapun masalah hidupnya, solusinya ada di Purwokerto. Padahal kalo udah sampe Purwoketo biasanya mah nggak selesai, nambah masalah lah iya. Cuma sugesti aja, semua terasa lebih baik kalo udah 'pulang' ke Purwokerto.

Udah beberapa hari ini dia numpang tinggal di rumah saya. Gak ada tujuan mau ngapain dan kemana di Purwokerto, macam orang baru ditinggal kawen. Beneran cuma numpang makan, tidur, makan lagi, tidur lagi, gitu aja terus sampe pevita pearce ngakuin saya adeknya.

Malam-malam dia curhat, dia ke Purwokerto itu mau ambil keputusan; mau nikah sama siapa. Sekarang dia punya 3 calon. Satu calon dari mamanya, satu dari papanya, dan satu itu orang yang dia kenal dekat udah lama. Tiga-tiganya baik, tiga-tiganya mapan, tiga-tiganya siap diangkut ke pelaminan terdekat. Dia umurnya udah mau kepala 3, menurut netizen kan ya, dia udah harusnya menikah. Komentar saya cuma satu waktu itu, SOK CANTIK BANGET LU ONCOM LAKINYA AMPE TIGA!

Galaksi Pungky dan 2018: PAMIT



Hai. Ini ibu Jiwo, dan yang kalian baca ini mungkin akan jadi sebuah peluk perpisahan bagi kita.

Kalian mungkin masih inget saya punya blog personal, pungkyprayitno.com. Gak usah dibuka, percuma, dia udah nggak ada. Saya masih inget pertama kali saya bikin dia, tahun 2010. Saya kasih nama Galaksi Pungky, nama yang saya pakai sampai akhir waktunya.

Bersamamu, dari Nol


Saya dan Pungky, lahir dan besar di tengah keluarga yang berada. Tidak kaya raya, tapi sejak kecil, apa yang kami mau selalu ada, selalu cukup. Saat menikah, kami memutuskan untuk sedikit demi sedikit lepas dari bantuan orang tua. Membangun rumah tangga dengan tangan kami sendiri. Sebelumnya kami adalah dua anak yang serba ada, kemudian setelah menikah menjadi sepasang suami istri yang memulai semuanya, dari nol.

Saya kira gampang. Saya sudah hidup selama 26 tahun waktu itu, mengarungi macam-macam kehidupan, dari yang tinggi sampai yang nadir. Jadi kalau cuma membangun rumah tangga, pastilah pekerjaan sepele. Kenyataannya jauh sekali. Menjalani pernikahan itu, the biggest leap in a mans life. Semuanya serba asing, serba kejutan, serba membuat saya kewalahan.

Sebelum meminta Pungky menjadi istri, saya pernah janji pada diri sendiri, saya tidak akan jadi laki-laki yang mengajak pasangannya hidup susah. Saya tidak pernah meminta Pungky mau diajak susah, tidak memintanya untuk bersiap mengarungi badai. Tapi dalam pernikahan, kejutan itu nyatanya terjadi setiap saat. Saya dan Pungky pernah diterjang bukan sekedar badai, namun kiamat kecil yang sukses membalikkan perahu kami di tengah laut lepas, dan menghanyutkan kayu-kayunya jauh sekali. Kami berenang dalam ketidaksiapan, nyaris saja tenggelam.

Menjadi Working Mom! Ugh..


Jadi kan, saya sudah 3 bulan ini banting stir jadi working mama. Iya, sist, saya kerja kantoran dan jam kerjanya beneran ketat dari pagi sampai sore. Malah prakteknya, saya sering baru keluar kantor sangat malam. Dari ibu rumah tangga yang 24 jam full di rumah, sekarang saya adalah perempuan yang 9 jam waktunya habis di kantor. Nah lho gak tuh.

Gimana?

Ya gak gimana-gimana hahahaha. Saya ceritain dari Jiwo ya. Jiwo biasa aja, dia nerima dan enjoy sama perubahan kebiasaan ini. Dia kami titipkan di tempat yang baik, banyak temennya, lebih banyak kegiatan daripada waktu sama saya doang di rumah seharian.

Saya nggak pernah minta maaf ninggalin dia buat kerja. Nggak mau. Karena kerja itu nggak salah, mengalihkan pengasuhan dia ke orang lain buat kerja juga bukan kesalahan, jadi kenapa harus minta maaf.

Saya juga nggak ijin yang gimana-gimana, saya nggak mau dia menganggap kalau ibu kerja itu sebuah hal yang butuh pemakluman ekstra dan harus dimaafkan. Jadi sebelum berangkat hari pertama, saya cuma bilang berkali-kali kalau saya akan kerja seperti bapaknya. Dia akan menghabiskan harinya di tempat lain, nggak di rumah. Dia akan lebih banyak sama orang lain, nggak sama saya lagi.