Arkadia. Diberdayakan oleh Blogger.

Kerja

Saya dan suami bukan pasutri horang kayah yang duitnya tinggal gesek atau pencet atau kentut. Harga susu dan pampers dan makan dan kebutuhan hidup lain yang gak bisa dibeli pake daun, mau gak mau memaksa kami untuk sama sama bekerja. Iya, saya dan suami harus sama-sama mencari nafkah. Demi hidup, kami setuju tidak setuju, merelakan anak satu-satunya, dirawat oleh pengasuh.

Untungnya, Tuhan memberikan saya dan suami pekerjaan yang te o pe. Saya bekerja full di rumah dan suami dengan jam kerja yang sangat longgar. Jadi, walaupun bekerja, saya tetap dua puluh empat jam bersama Jiwo. Walaupun, separuh hari saya tetap harus melotot depan komputer dan membiarkan Jiwo bermain dengan pengasuhnya.

Hari-harinya, Jiwo terbiasa dengan pemandangan ibunya ketrak ketruk depan komputer. Sore menjelang malam, saatnya pengasuh pulang dan Jiwo menjadi tanggung jawab saya. Di jam-jam ini, komputer berganti kekuasaan. Suami saya harus mengetik berita dan menyelesaikannya sebelum jam delapan malam. Jadi, pagi sampai siang, Jiwo terbiasa melihat ibunya sibuk di depan komputer. Sore sampai malam, giliran bapaknya dan komputer yang menjadi pemandangan.

Awalnya saya khawatir. Takut kalau-kalau Jiwo merasa 'tersaingi' komputer. Karena mau gak mau waktu saya seharian habis ngurusin kerjaan yang gak udah udah. Tapi kembali lagi, saya, dan keluarga gak punya pilihan. Satu-satunya pilihan bagi kami adalah mengajak Jiwo untuk mengerti kondisi bahwa bapak dan ibunya punya aktifitas yang namanya 'bekerja'. Setiap akan bekerja, kami berusaha minta ijin sama dia "ibu kerja dulu ya.." "bapak kerja lagi ya.. dedek sama ibu ya...".

Alhamdulillah.. berbulan-bulan dengan pemandangan saya dan suami kerja di komputer rumah, Jiwo semacam punya pengertian sendiri di benaknya soal 'bekerja'. Kalau siang, dia dengan senang bermain di ruangan yang sama dengan ruangan saya bekerja tanpa menganggu. Dia bermain dengan pengasuhnya atau kadang bermain di rumah tetangga sama temannya. Kalau lagi ngantuk atau kangen saya, dia akan rewel dan minta digendong. Meluangkan waktu 20-30 menit di tengah kerjaan untuk ngelonin atau sekedar peluk-pelukan sama dia bukan masalah untuk saya, yang penting dia ngerti kalau siang itu waktu bermain sama ibu gak banyak.

Begitu juga sama bapaknya. Dia kalau sore, sudah jadwalnya 'ngebiarin' bapaknya kerja dan main sama saya di luar rumah. Kalau hari sudah gelap, baru dia ngeh ngerengek minta main sama bapaknya. Saat saat begini yang agak susah, karena kalau bapaknya belum selesai kerja dan udah keburu malem, saya yang harus kewalahan mengalihkan perhatiannya yang udah mulai menuju nangis jerit-jerit. Tapi kondisi begini seminggu paling sekali. Sisanya, suami saya berusaha tepat waktu untuk selesai bekerja sebelum malam.

Saya sih bersyukur, anak saya di umur 16 bulannya, sudah pengertian sama 'bekerja'. Tau kapan harus sama ibu, tau kapan bapak gak bisa diganggu, tau waktunya bapak ibu cari uang dan tau kapan harus anteng anteng aja sama pengasuh. Malahan, kalau saya dan suami sedang nganggur, giliran dia yang ambil alih komputer. Merengek minta diputarkan video-video musik kesukannya lalu ketrak ketruk keyboard layaknya orang lagi kerja. Kadang, dia malah nyeletuk "ja... ja...". Mungkin artinya "Jiwo lagi kerja.. kerja.." hihihihi

2 komentar