Arkadia. Diberdayakan oleh Blogger.

Kepada Para Ibu, yang Sedang Melawan Post Partum Depression..



Iya, bu. Saya tau, nggak ada satupun yang mengerti kenapa kamu menangis setiap hari tanpa henti. Keluarga, suami, sahabat, iya, bahkan orang-orang terdekat mengganggap kamu berlebihan. Nggak satupun dari mereka tau betapa dadamu terasa sesak, perutmu mual, kepalamu rasanya berputar-putar setiap hari setiap waktu.

Iya, bu. Saya tau, bayangan tentang kematian dan malaikat maut terus membayangimu. Membuatmu ketakutan dan semakin sesak, semakin mual. Keringatmu bercucuran karena rasa cemas yang nggak pernah kamu tau alasannya. Membuat kamu takut keluar rumah karena takut kecelakaan. Membuat kamu takut tidur karena khawatir besok nggak bangun lagi.

Iya, bu. Rasanya memang sakit luar biasa. Badan linu semua, kepala seperti ditonjok-tonjok saking pusingnya, mual tapi nggak bisa muntah, matamu berkunang-kunang, lemas, cuma mau nangis nangis dan nangis. Semuanya terjadi bersamaan dan kamu seringkali menyerah. Lalu kamu membekap kepalamu dengan bantal, memukulinya atau bahkan menjedotkannya ke tembok keras-keras supaya sakitnya hilang.


Iya, bu. Semua orang mengira kamu gila. Kamu baperan, kamu dibuat-buat, kamu drama. Ada jutaan ibu yang pernah melahirkan dan mereka baik-baik aja. Kamu dimarahi oleh suami, oleh keluarga, oleh teman-teman. Jangan lebay! Kata mereka. Mereka menuntutmu menyudahi semuanya, menyudahi kegilaan yang katanya kamu buat sendiri. Lalu duniamu runtuh, sesak di dadamu semakin menjadi, tembok kamar terus memanggil-manggil untuk jedotkan lagi kepalamu. Lagi! Lagi! Jedotkan lagi sampai semua sakitnya hilang.

Iya, bu. Orang-orang akan menyebutmu kurang iman. Kamu harus dirukiyah, dibilang ketempelan, kesambet, kamu kurang ibadah. Kalimat semacam “Saya rajin ibadah makanya nggak kena. Kamu kurang ibadah sih..”, selalu menghiasi hari-harimu. Mereka nggak tau setiap malam kamu nangis-nangis sendirian minta pertolongan-Nya. Mereka nggak lihat, saat kamu memperpanjang waktu sujudmu hanya karena kamu tau itulah waktu ternyaman yang kamu punya. Mereka nggak tau, seharian hanya kamu habiskan untuk menyebut nama Sang Pencipta jutaan kali banyaknya.

Iya, bu. Akan selalu ada yang mempertanyakan kesiapanmu punya anak. Makanya kalo belom siap punya anak jangan nikah dulu! Begitu kata mereka. Kamu yang sedang berjuang ‘melawan’ bayangan malaikat maut, kamu yang sedang bercucuran keringat panas dingin entah kenapa, kamu yang sedang membekap kepala dengan bantal. Kamu yang diremehkan saat sedang sakit-sakitnya.

Iya, bu. Menjerit memang melegakan, setidaknya tangisan dan jeritan adalah jalan terakhir yang kamu punya. Jalan untuk menepis bisikan-bisikan untuk menghabisi nyawa anakmu, jalan untuk menghalau hasutan-hasutan entah darimana untuk bunuh diri saja. Sekalipun menangis dan menjerit membuatmu semakin terlihat gila, semakin terlihat kesetanan, dan kamu semakin diremehkan.

**

Bu, saya pernah jadi kamu. Saya pernah berada di titik nadir itu. Saya pernah berjuang sendirian, saya pernah dibentak saat saya butuh pertolongan, saya pernah diremehkan saat saya butuh kepercayaan, saya pernah diabaikan saat sedang sakit-sakitnya.

Bertahanlah, bu.. Percaya sama saya, pada waktunya, semua akan berakhir..

Kamu nggak butuh orang lain, bu. Kamulah satu-satunya yang bisa memberi kesembuhan, kamulah satu-satunya orang yang bisa mengakhiri semuanya. Pahlawan yang kamu tunggu-tunggu itu ada pada dirimu sendiri.

Lawan, bu.. Saya tahu rasanya sulit sekali, duniamu betul-betul gelap, kiamat terjadi di pelupuk mata. Tapi saya juga tau, kamu bukan perempuan lemah. Hamil selama 9 bulan lalu melahirkan itu sungguh perjuangan yang nggak mudah, kamu pernah memasrahkan nyawamu untuk itu, dan kamu melewatinya. Satu lagi, bu.. Setelah ini semuanya akan baik-baik saja. Kamu pasti bisa.. Ulang sekali lagi perjuangan itu.

Lawan, bu.. Belum ada obat yang bisa menyembuhkan Post Partum Depression, dia hanya bisa disembuhkan oleh waktu, oleh dirimu sendiri, oleh kepasrahanmu dan tangan Sang Maha Kuasa. Dia hanya bisa diakhiri dengan kesabaranmu, sabar menjalani hari-hari yang begitu sakit, sabar menutup telinga dari omongan orang yang merendahkanmu, sabar mengeraskan hati untuk mereka yang mengabaikanmu.

Lawan, bu.. Sampai air matamu kering sekalipun, sampai suaramu habis untuk teriak memohon, orang-orang sekelilingmu akan sulit mengerti keadaanmu. Mereka bukannya jahat, hanya saja nggak merasakan apa yang kamu rasakan. Pengetahuan tentang Post Partum Depression belum banyak menyebar di masyarakat. Jangan paksa mereka untuk mengerti, jangan paksa mereka untuk menolong. Paksalah dirimu sendiri untuk melawan, untuk terus berjuang mengalahkan.

Lawan, bu.. Post Partum Depression bisa sembuh dengan sendirinya, percaya sama saya, cuma masalah waktu. Saya dua tahun mengalaminya, tujuh ratus hari saya isinya cuma menangis dan menjerit. Segala obat sudah saya coba, berbagai penyembuhan saya jalani. Semua percuma, bu. Ternyata yang menyembuhkan adalah perlawanan diri saya sendiri. Ternyata obatnya ada pada keteguhan dan kepasrahan.

Katakan pada dirimu setiap sesak itu datang, “Ini cuma PPD, semua akan berakhir.. Aku pasti menang. Harus aku yang menang!”. Katakan pada hatimu setiap cemas itu datang, “Ini cuma PPD, bukan firasat buruk.. Jangan terbawa.. Jangan terbawa..”. Keraskan hatimu, wahai pejuang.. Lawan dan menangkan kesembuhanmu.

Serahkan semuanya, bu. Pasrahkan dirimu, pasrahkan kondisimu pada satu-satunya pemilik hidup. Lepaskan semua sakit itu dalam doa-doamu, lepaskan semua sesak itu dengan air mata kepasrahanmu. Dia satu-satunya yang setia bersamamu sesakit apapun rasanya. Pasrahkan, bu.. Ikhlaskan dirimu harus menjalani ini semua. Dia terlalu mencintaimu.

Kepada para ibu, yang sedang berjuang melawan Post Partum Depression..

Setelah ini berakhir, semua akan kembali seperti sedia kala. Namun yang berbeda, hari-harimu akan jauh lebih bahagia dari sebelumnya. Kamu akan mensyukuri hal-hal kecil yang dulu abai, masih bisa membuka mata setiap pagi, anak yang tumbuh sebagaimana mestinya, suami yang pulang kerja tanpa kurang satu apapun, magic jar yang nggak pernah kosong, air minum yang selalu ada, semua akan terasa berlimpah. Hal-hal kecil yang kini membuatmu cemas, nanti saat sembuh, akan jadi berkah paling mewah.

Bunuh diri hanya akan membuat anakmu kehilangan ibunya, bunuh diri hanya akan membuat suamimu tak punya istri. Taruh pisau itu, bu.. Buka bekapan bantal itu. Buang saja obat-obatan yang sedang kamu rencanakan untuk menghabisi nyawamu. Simpan lagi tambang yang sedang kamu rancang untuk gantung diri. Nggak ada gunanya, bu.. Percayalah, semua akan berakhir. Kamu hanya butuh sabar.

Saya tau rasanya sakit, sulit dan semua orang nggak peduli. Tapi sekali saya juga tau kalau kamu bukan perempuan lemah. Lawan dan menangkan kesembuhanmu, bu. Ada doa-doa yang melangit untukmu, dari sini, dari saya yang pernah berada di kondisimu.

Salam Sayang,

Pungky Prayitno

*** 


Note: Post Partum Depression adalah serangan depresi paska persalinan. Lengkapnya pernah saya tulis di sini: Melawan Post Partum Depression. Pernah juga ditulis suami saya di sini: Kepada Para Suami, Saya Mohon, Bacalah Sebentar..


7 komentar

  1. Meski belum pernah mengalami PPD, atau melihat langsung keluarga/teman yang mengalami PPD, aku tahu bahwa PPD bukan sesuatu yang dibuat-buat.

    Salut untuk Pungky yang bisa lepas dari PPD dan berbagi kisah ini untuk perempuan-perempuan lain.

    Semoga semakin banyak kasus PPD bisa tertangani dengan baik di masa datang.

    BalasHapus
  2. Aku gak tau rasanya PPD itu seperti apa, tetapi informasi ttg ppd harus diberikan kepada para ibu hamil,agar pasca melahirkan mereka tidak kaget dgn apa yg mungkin saja bisa mereka alami.
    Tfs mba

    BalasHapus
  3. Meskipun blm pernah Baby blues atau PPD , akhir2 ini aku ngerasain parno berlebihan. Banyaknya kecelakaan, penculikan dll bikin aku parno banget sampe ngelarang anak ikut kegiatan keluar dan hal2 yg sebelumnya belum pernah tak rasain. Ketakutannya berlebihan dan sangat mengganggu. Apalagi yg beneran PPD ya, benar2 harus ditreatment khusus dan disupport.

    BalasHapus
  4. Kalau kasus saya beda lagi, enggak paham ini termasuk baby blues atau bukan, saya sudah memutuskan punya anak tapi ternyata pas lahiran saya ngerasa enggak siap dan akhirnya saya stres sendiri. Sekarang saya nyesel bukan main dulu kurang ikhlas dan bijaksana jadi ibu, tapi sekarang lagi saya coba buat menebus itu semua dengan mengurus dan mendidik anak semaksimal yang saya bisa. Insyaallah ikhlas lahir batin.

    BalasHapus
  5. Tulisan2 nya bagus sekali mba..sy jg mengalami..nangis setiap hari..hrsnya di support malah dibentak..terasa sekali mbak tulisannya di saya..betul sekali kita hrs sabar dan byk2 tutup kuping..insya Allah kita bs lewati itu semua

    BalasHapus
  6. kayaknya hampir semua wanita akan mengalami seperti ini deh. tapi aku yakin semua wanita akan kuat kok ngadepin baby blues. :D

    BalasHapus
  7. Saya merasakan hal ini dengan anak pertama, sepertinya sampai saat ini. Mungkin saya sebelumnya belum siap kehadiran anak pertama. Tapi dengan anak kedua ini saya bisa memanage semua kondisi dengan baik, belajar dari pengalaman anak pertama.

    BalasHapus